TANJUNG SELOR – Antispasi penyakit mulut dan kuku (PMK), Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) gencar melaksanakan vaksinasi terhadap hewan ternak berupa sapi dan kerbau. Target tahun ini 17 ribu populasi sapi dan kerbau yang akan divaksin.
Namun yang dikhawatirkan saat ini bukan lagi masalah PMK, tapi penyakit baru bernama Lumpy Skin Disease (LSD) atau Penyakit Kulit Berbenjol yang sudah mulai masuk ke Indonesia.
Hal itu diungkapkan Kepala DPKP Kaltara, Ir Heri Rudiyono melalui Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan, drh. Muhammad Rais Kahar. Dikatakannya, LSD lebih parah dari PMK.
“LSD ini dari Sumatera sudah masuk ke Jawa, ini paling ngeri karena terbawa oleh angin atau Airborne Disease. Kalau ini masuk maka lebih berat kematiannya daripada PMK,” ungkapnya, Selasa 7 Februari 2023.
Jika sapi atau kerbau yang terserang oleh virus PMK, maka lebih bertahan dibandingkan hewan ternak yang terserang LSD. Pasalnya beberapa kasus yang ditangani DPKP, sapi yang terjangkit PMK rata-rata bertahan dan masih hidup.
“Seperti kasus di Nunukan yang katanya PMK, tapi setelah melalui proses vaksin dan setelah diperiksa di laboratorium hasilnya negatif terus,” tuturnya.
Untuk mengantisipasi LSD itu sendiri di Kaltara akan dilakukan jika didapati adanya hewan ternak yang terserang. Namun sampai saat ini sapi dan kerbau yang hidup di Kaltara belum ada riwayat terjangkit LSD.
“Sehingga hal pertama yang harus dilakukan terutama di pintu-pintu masuk seperti pelabuhan, bagaimana kita mengawasi lalu lintas pemasukan ternak dengan ketat, itu yang paling utama,” paparnya.
“Karena kalau sudah masuk, maka ini akan susah sekali diberantas dan akan terdistribusi ke mana-mana. Di mana lokasi yang dilewati itu bisa tertular,” tambah Rais Kahar.
Dirinya berharap penyakit ini tidak ada, dalam pantauannya sejauh ini belum terdeteksi. Apalagi pemasukan ternak ke Kaltara baru di buka di bulan Januari 2023, sempat terhenti masuknya sapi dari luar Kaltara sejak bulan September 2022 lalu.
“Masih aman, apalagi kita baru buka di awal Januari kemarin. Namun kita dilema, satu sisi kita butuh sapi potong satu sisi jangan sampai kita dapat bonus penyakit,” ujarnya.
Dia menambahkan jika DPKP tetap melaksanakan analisa risiko. Ada 3 hal penting harus dilakukan, pertama vaksinasi di tempat asalnya terhadap jenis penyakit itu, kedua dilakukan karantina selama 14 hari dan terakhir dilakukan uji laboratorium.
“Yang kami ingin ternak yang terkirim memiliki hasil uji laboratorium negatif. Selama 3 hal ini tidak dilakukan, maka kami tidak berikan rekomendasi masuk,” pungkasnya. (adv)