TANJUNG SELOR – Kasus korupsi dana hibah di PT Benuanta Kaltara Jaya (BKJ) yang menyeret nama Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara) Zainal Arifin Paliwang masih ramai dibicarakan. Nama gubernur diketahui muncul dalam sidang yang akhirnya memenjarakan Direktur Utama PT BKJ Haeruddin Rauf dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltara Hamsi.
Setelah beberapa kali dimintai konfirmasi namun tindak menjawab, akhirnya gubernur kedua Kaltara ini mau angkat bicara belum lama ini. Kepada infoindo.co.id, dia menyebut kasus itu sudah selesai sehingga dia tidak bersedia menjawab pertanyaan wartawan lebih jauh. Dia juga tak menjawab tudingan mendapatkan aliran dana Rp800 juta melalui Kano Sulendra Lubis.
“Itukan sudah (inkrah). Kalau (ditanya lagi) saya tidak menanggapi. Oh, (soal mendapatkan aliran dana Rp800 juta), saya tidak tanggapi. Sudah ada yang menjawab (Kepala DLH Kaltara),” ungkap Zainal usai pembukaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) sekira pukul 20.00 Wita di Hotel Pangeran Khar, Tanjung Selor, Kamis 7 Agustus 2025.
Saat ditanya soal Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Utara nomor : 188.44/K.716/2021 tanggal 1 November 2021 tentang Pemberian Hibah Berupa Uang kepada PT BKJ sebagai Unit Pengelola Fasilitas Pengelolaan Limbah B3 Kalimantan Utara Tahun Anggaran 2021, Zainal memilih tak menjawab. Begitu juga saat dikonfirmasi soal Surat Perintah tertulis yang bersifat rahasia kepada Kepala DLH Kaltara, Nomor 700/018/TL/Inspektorat tanggal 30 Mei 2022, Zainal tak merespons banyak.
“Dana hibah saya mau serahkan ke mana saja, boleh. Ya kan ada aturannya dan ada PP-nya (Peraturan Pemerintah). Saya mau serahkan ke gereja, ke masjid, ke BUMD, kepada kelompok nelayan, itu bisa. Setelah mereka terima, dan itu disalahgunakan, itu bukan tanggungjawab saya. Itu saja,” tutupnya.
Dari informasi yang diterima redaksi infoindo.co.id, surat ‘sakti’ tersebut berisi perintah Gubernur Kaltara kepada DLH Kaltara agar cermat dalam melakukan penganggaran kepada BUMD dan berkoordinasi dengan badan dan biro terkait. Selanjutnya, DLH Kaltara juga diberi titah agar memperhitungkan pemberian dana Rp4 miliar sebagai tambahan penyertaan modal kepada PT BKJ. Perintah ini tentu saja berbeda dari perintah sebelumnya, yang awalnya berbentuk ‘dana hibah’, berubah menjadi perintah pemberian dana dalam bentuk penyertaan modal untuk PT BKJ.
Informasinya, perubahan sikap tersebut terjadi setelah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara mendapatkan ‘surat cinta’ dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI nomor : 68.B/LHP/XIX.TJS/V/2022, 20 Mei 2022 atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kaltara TA 2021. Surat BPK RI ini dengan tegas menyebut penganggaran dan realisasi belanja hibah uang kepada PT BKJ sebesar Rp4 miliar tidak sesuai ketentuan.
Seperti diketahui, fakta yang muncul di meja sidang Pengadilan Negeri (PN) Samarinda, PT BKJ mendapatkan dana Rp4 miliar dari Pemprov Kaltara. Anggaran ini kemudian dicairkan sebanyak Rp1 miliar oleh Alief Safari Barsa, Fitriani dan Winda dari rekening Bank Kaltimtara milik PT BKJ. Pencairan dana hibah tersebut diserahkan kepada Haeruddin Rauf yang dilakukan pada 5 November 2021.
Selanjutnya, kata Haeruddin Rauf saat sidang, di dalam anggaran Rp4 miliar tersebut terdapat uang ‘terima kasih’ atau fee sebesar 20 persen untuk Gubernur Kaltara atau senilai Rp800 juta yang diterima Kano Sulendra Lubis atau Jimmy. Tidak hanya gubernur, Hamsi juga diketahui mendapatkan dana senilai Rp50 juta, dengan rincian Rp40 juta uang tunai, dan Rp10 juta berbentuk pembelian tiket pesawat Lion Air pada November 2021.
Khusus Haeruddin Rauf, anggaran sebanyak Rp150 juta dia pakai untuk keperluan pribadi. “Pada saat itu, Gubernur Kaltara Zainal Paliwang mengatakan kepada saya; bahwa nanti yang mengurus semuanya, saudara Kano Sulendra Lubis alias Jimmy,” ungkap Haeruddin.
Kano Sulendra Lubis alias Jimmy bukan asing di lingkungan Pemprov Kaltara. Sejumlah pejabat mengenalnya sebagai adik Ketua Tim Gabungan untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Kaltara, Bastian Lubis. Karena itulah, Jimmy disebut dekat dengan Gubernur Kaltara sehingga dinilai dapat dipercaya. Haeruddin, di dalam persidangan bahkan menyebut, pemberian fee ini sudah dibicarakan dengan gubernur.
“Saya pernah menanyakan kepada Kano Sulendra Lubis uang terima kasih (fee) 20 persen. Kano Sulendra Lubis menjawab, “Betul, Pak Gubernur yang meminta”,” terang Haeruddin Rauf.
Dana lainnya, kata mantan Ketua KNPI Kabupaten Nunukan ini, sebanyak Rp1,3 miliar digunakan untuk keperluan operasional PT BKJ (lihat grafis). Memang, sebutnya, penggunaan anggaran itu merupakan hal yang tidak dibolehkan secara hukum. Namun, saat itu kondisi keuangan PT BKJ sedang tidak baik-baik saja, sehingga alternatif untuk menyelesaikan persoalan gaji dan operasional PT BKJ hanya bisa dilakukan dengan sisa dana hibah.
“Saya perrintahkan penggunaan dana hibah sebesar Rp1.325.849.419,60 untuk operasional PT BKJ kepada Merlyn selaku Manager Keuangan dan Aset dan diketahui Arif Jauhar Tontowi selaku Komisaris PT BKJ,” terangnya. (bar)