TARAKAN – Kota Tarakan, Kalimantan Utara, punya posisi istimewa sebagai pusat perdagangan lintas batas dengan Tawau, Malaysia, yang hanya berjarak 100-150 kilometer melalui jalur laut. Kedekatan ini membuat Tarakan dan Tawau saling bergantung, terutama untuk perdagangan perikanan.
Tetapi, ancaman serius datang dari maraknya impor ilegal, seperti beras, makanan, minuman, dan ikan layang, yang menggerus perekonomian lokal.
Impor ilegal tak hanya merugikan negara karena hilangnya pendapatan bea masuk, tetapi juga membuat produk lokal, seperti beras petani dan ikan layang nelayan Kaltara, sulit bersaing.
Guna mencari solusi, Badan Pengurus Daerah (BPD) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kaltara bersama Polda Kalimantan Utara menggelar diskusi publik di Tarakan. Tema yang diusung, “Peran Stakeholder dalam Optimalisasi Regulasi, Infrastruktur, Tata Kelola, dan Legalitas Ekspor-Impor di Wilayah Kaltara.”
Diskusi ini dihadiri berbagai kalangan, mulai dari pengusaha makanan dan minuman Malaysia di Pasar Batu, pelaku usaha perikanan, petani tambak, hingga perwakilan pemerintah dan akademisi.
Narasumber yang hadir meliputi Rektor Universitas Borneo Tarakan (UBT) Prof. Yahya Ahmad Zein, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltara Komarudin, serta perwakilan Pelindo dan Bea Cukai Tarakan.
Prof. Yahya menegaskan pentingnya regulasi yang jelas untuk perdagangan lintas batas.
“Berdasarkan kajian kami, regulasi yang kuat sangat dibutuhkan untuk memaksimalkan potensi ekspor dan impor Kaltara,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltara Komarudin. Ia mendorong DPRD Tarakan untuk membuat aturan turunan yang relevan dengan kondisi lokal.
“Regulasi harus mendukung produk lokal agar bisa bersaing,” katanya.
Ketua BPD HIPMI Kaltara, Ade Kurniawan, menyoroti perlunya kerja sama antar-pihak.
“Regulasi yang solid dan sinergi stakeholder akan melindungi produk lokal serta meningkatkan posisi Kaltara di pasar internasional,” tegasnya.
Pelindo Tarakan menegaskan bahwa infrastruktur pelabuhan mereka sudah memenuhi standar internasional untuk mendukung perdagangan resmi.
Sementara itu, Kepala Kantor Bea Cukai Tarakan, Wahyu Budi Utomo, menjelaskan peran pihaknya.
“Kami sediakan fasilitas seperti penangguhan atau pembebasan bea masuk untuk membantu industri lokal lebih kompetitif,” ungkapnya.
Diskusi ditutup dengan penandatanganan rekomendasi bersama oleh peserta dan narasumber. Rekomendasi ini menekankan penguatan tata kelola perdagangan lintas batas agar Tarakan menjadi pintu utama ekspor perikanan ke Malaysia.
Jika impor ilegal dan hambatan ekspor tak segera ditangani, potensi ekonomi Tarakan bisa meredup. Regulasi yang tegas dan kolaborasi lintas sektor menjadi langkah penting untuk menjaga keberlanjutan perdagangan serta melindungi ekonomi lokal. (*)