TARAKAN – Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa/Pelajar Indonesia (IKAMI) Sulawesi Selatan Kota Tarakan menyoroti ketidakjelasan pengaturan tanggung jawab dan pelaksanaan program pengembangan kepemimpinan dalam draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kepemudaan.
Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar pada Jumat, (31/10/25), Ketua IKAMI Sulsel Tarakan, Moh Nizam, menyampaikan pandangan kritisnya terhadap pasal-pasal yang mengatur pengembangan kepemimpinan dan kepeloporan pemuda. Menurutnya, sejumlah ketentuan masih bersifat ambigu dan perlu diperjelas agar implementasi di lapangan tidak tumpang tindih.
“Yang jadi pertanyaan dasar begini, siapa yang jadi penanggung jawab terhadap kegiatan pengembangan kepemudaan ini? Ini kan masih ambigu sebenarnya, siapa yang jadi penanggung jawab,” ujar Nizam.
Nizam menyoroti ketentuan yang tertuang dalam Pasal 22 huruf B serta Pasal 29 hingga Pasal 33 draf raperda, yang mengatur program pengembangan kepemimpinan dan pendidikan kepemudaan secara berjenjang. Dalam pasal-pasal tersebut, disebutkan bahwa kegiatan pengembangan dilakukan melalui berbagai tahapan seperti pendidikan, pelatihan, pengkaderan, dan pembimbingan, bahkan hingga diatur sistem kurikulum kepemimpinan tingkat dasar, menengah, dan utama.
Menurut Nizam, redaksi pasal tersebut menimbulkan tafsir ganda, apakah program dimaksud akan dilaksanakan langsung oleh Pemerintah Kota melalui Dinas Pemuda dan Olahraga, atau ditujukan untuk menjadi pedoman bagi organisasi kepemudaan dalam menyusun mekanisme kaderisasi internal mereka.
“Setelah membaca pasal ini, sepertinya pemerintah kota akan menyelenggarakan kegiatan kepemimpinan kepemudaan. Lalu kemudian diatur sampai pada sistem kurikulumnya. Kalau kurikulum pendidikan ini ditujukan kepada organisasi pemuda, saya pikir tidak perlu diatur terlalu rinci karena masing-masing organisasi punya mekanisme kaderisasi berbeda-beda,” jelasnya.
Nizam menambahkan, sebagian besar organisasi kepemudaan di Tarakan telah memiliki sistem dan materi kaderisasi yang mencakup aspek-aspek kepemimpinan sebagaimana diatur dalam raperda. Karena itu, ia menyarankan agar pemerintah memperjelas tujuan pasal tersebut — apakah ditujukan untuk pelaksanaan kegiatan rutin oleh dinas atau sebagai panduan normatif bagi organisasi.
“Apakah ini memang akan ada kegiatan rutin tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah kota melalui dinas, atau justru menjadi kewajiban organisasi pemuda untuk menjalankan kurikulum tersebut? Ini perlu diperjelas supaya tidak menimbulkan interpretasi ganda,” tegasnya.
Melalui intervensinya, IKAMI Sulsel mendorong agar rumusan pasal-pasal terkait pengembangan kepemimpinan pemuda disusun lebih spesifik, agar tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan antara pemerintah dan organisasi kepemudaan.
Masukan dari IKAMI Sulsel ini menambah daftar penting catatan substantif dalam RDPU yang bertujuan memperbaiki draf Raperda Kepemudaan. Sejumlah organisasi pemuda sebelumnya juga telah menyampaikan pandangan terkait harmonisasi regulasi, pembiayaan kegiatan, hingga mekanisme pelaporan.
Pemerintah Kota Tarakan melalui tim penyusun raperda menyatakan akan menampung seluruh masukan dan melakukan uji materiil untuk memastikan kejelasan peran antara pemerintah dan organisasi pemuda dalam pelaksanaan program pembinaan dan pengembangan kepemimpinan.
RDPU tersebut menjadi wadah dialog partisipatif bagi kalangan pemuda, akademisi, dan pemerintah dalam memastikan Raperda Kepemudaan Tarakan nantinya benar-benar menjadi payung hukum yang aplikatif dan berpihak pada kebutuhan generasi muda di daerah. (sdq)




