TARAKAN – Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Tarakan mengajukan serangkaian catatan teknis dan usulan revisi terhadap draf Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kepemudaan. Masukan disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang dihadiri berbagai organisasi kepemudaan (OKP) dan pihak terkait, dengan tujuan memastikan regulasi akhir lebih adaptif, adil, dan fungsional bagi ekosistem kepemudaan di daerah pada Jumat, (31/10/25).
Ketua KNPI Kota Tarakan, Alif Putra Pratama, memaparkan lima isu utama yang dianggap krusial untuk diperbaiki dalam draf raperda. Menurut Alif, catatan tersebut bukanlah upaya menghambat proses legislasi, melainkan langkah konstruktif agar produk hukum nantinya relevan dengan kondisi organisasi kepemudaan di lapangan.
Fasilitas dan Retribusi: Jaminan Akses Gratis untuk Kegiatan Kepemudaan
KNPI menyoroti potensi kontradiksi di draf raperda antara amanat pemerintah daerah untuk memfasilitasi kegiatan kepemudaan dan ketentuan yang membuka kemungkinan pengenaan retribusi atas pemakaian sarana/prasarana. Alif menegaskan bahwa pemanfaatan fasilitas publik untuk kegiatan kepemudaan sebaiknya diatur tanpa biaya agar tidak menjadi hambatan bagi organisasi, terutama yang baru terbentuk atau memiliki keterbatasan anggaran.
“Pemanfaatan fasilitas oleh organisasi kepemudaan harus diberikan secara gratis,” kata Alif.
Kriteria Pengakuan Organisasi: Butuh Fleksibilitas Struktural
KNPI mengkritik persyaratan struktur organisasi yang dianggap terlalu kaku, seperti kewajiban memiliki kesekretariatan dan bagian keuangan yang lengkap. Persyaratan tersebut dinilai memberatkan organisasi skala kecil atau komunitas yang belum memiliki legalitas penuh. KNPI mengusulkan klasifikasi pengakuan yang membedakan organisasi pusat/terpusat (yang terhubung dengan DPP) dan organisasi lokal/komunitas, sehingga regulasi lebih selaras dengan kondisi geografis dan karakter organisasi di Tarakan.
“Persyaratan struktur yang kaku memberatkan organisasi baru,” ujarnya.
Pelaporan Keuangan: Sesuaikan dengan Skala dan Sumber Dana
Terkait kewajiban pelaporan pertanggungjawaban keuangan berdasarkan standar akuntansi umum, KNPI meminta penyesuaian aturan sesuai skala organisasi dan sumber pendanaan. Alif menyatakan bahwa apabila sumber dana organisasi terutama berasal dari iuran anggota, penerapan standar akuntansi penuh bisa menjadi beban administratif yang tidak proporsional. KNPI mengusulkan format pelaporan yang lebih sederhana dan proporsional untuk organisasi berbasis komunitas.
Kepastian Alokasi Anggaran dari APBD
KNPI menyambut baik ketentuan draf raperda yang mewajibkan Walikota dan DPRD mengalokasikan dana APBD untuk program kepemudaan. Namun, KNPI meminta agar dimasukkan ketentuan yang lebih konkret mengenai besaran atau persentase alokasi sehingga pelaksanaan anggaran tidak bersifat normatif dan tanpa kepastian. Hal ini dianggap penting untuk menjamin keberlanjutan program pemberdayaan pemuda.
Mekanisme Sanksi: Terapkan Tahapan dan Prinsip Keadilan
Dalam pembahasan sanksi administratif, KNPI menolak penerapan sanksi maksimal secara langsung dan mengusulkan mekanisme bertahap mulai dari peringatan lisan, teguran tertulis, hingga sanksi administratif yang lebih berat jika diperlukan. Menurut Alif, sanksi bertahap memastikan penegakan aturan bersifat proporsional serta memberi kesempatan perbaikan bagi organisasi. KNPI juga mengingatkan prinsip saling pertanggungjawaban: apabila organisasi dapat dikenai sanksi, pemerintah daerah pun harus dipertanggungjawabkan jika tidak melaksanakan kewajiban yang diamanatkan peraturan.
“Sanksi sebaiknya dilakukan bertahap, bukan langsung maksimal,” ujar Alif.
Implikasi dan Langkah Selanjutnya
RDPU menghasilkan masukan substantif yang menitikberatkan pada harmonisasi regulasi, kemudahan akses fasilitas, fleksibilitas pengakuan organisasi, penyesuaian beban administratif pelaporan, kepastian alokasi anggaran, serta mekanisme sanksi yang adil. Pemerintah Kota Tarakan menyatakan akan menampung seluruh masukan tersebut dan melakukan uji materiil terhadap pasal-pasal yang mendapat catatan, guna memastikan kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Selanjutnya, tim finalisasi Raperda di lingkungan Pemkot akan mengkaji usulan teknis dari KNPI dan OKP lain, merumuskan perubahan yang diperlukan, dan membawa draf yang direvisi untuk pembahasan lanjutan. Pihak KNPI dan organisasi kepemudaan menyatakan akan terus mengawal proses hingga Raperda disahkan.
Pertemuan ini mencerminkan dinamika dialogis antara pemangku kebijakan dan pelaku kepemudaan di Tarakan. Jika masukan KNPI diakomodasi, Raperda Kepemudaan berpotensi menjadi instrumen hukum yang lebih responsif dan berpihak pada pengembangan kapasitas pemuda dengan tetap menjunjung prinsip akuntabilitas, keadilan, dan keberlanjutan. (sdq)




