TARAKAN – Sebanyak 17 anggota DPRD Kota Tarakan, Kalimantan Utara, tercatat sebagai penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) dalam program jaminan sosial tenaga kerja. Meski tidak melanggar aturan, mereka kompak menolak bantuan tersebut dengan alasan kepantasan sebagai pejabat publik.
Rapat dengar pendapat digelar pada Jumat (15/8/2025) untuk menindaklanjuti temuan ini. Rapat yang dipimpin Ketua Bapemperda DPRD Tarakan, Harjo Solaika, melibatkan Dinas Ketenagakerjaan Tarakan, BPJS Ketenagakerjaan Cabang Tarakan, dan Kantor Pos Cabang Tarakan.
Harjo menjelaskan, aturan BSU hanya melarang tiga kelompok sebagai penerima, yaitu TNI, Polri, dan ASN. “Posisi anggota DPRD tidak termasuk dalam larangan tersebut,” ujarnya dalam rapat.
Namun, ia menegaskan bahwa DPRD Tarakan memilih menolak BSU demi menjaga integritas.
“Ini bukan soal boleh atau tidak, tapi soal etika. Kami sepakat untuk tidak menerima bantuan ini,” tegas Harjo.
Menurut Harjo, nama 17 anggota DPRD masuk daftar penerima karena mekanisme pendataan berbasis sistem BPJS Ketenagakerjaan. Data tersebut bersumber dari keikutsertaan DPRD dalam program BPJS Ketenagakerjaan sejak 2022.
“Gaji pokok anggota DPRD sekitar Rp4 juta, di bawah UMK Tarakan yang mencapai Rp4,4 juta. Secara sistem, kami memenuhi kriteria penerima BSU,” paparnya.
Meski demikian, Harjo menyebut hal ini sebagai kekeliruan yang perlu diperbaiki. Dalam rapat, 30 anggota DPRD Tarakan bulat menolak BSU dan meminta evaluasi sistem pendataan agar lebih tepat sasaran.
DPRD Tarakan juga mendesak BPJS Ketenagakerjaan dan instansi terkait untuk memperbaiki mekanisme pendataan.
“Kami usul pejabat publik seperti DPRD dimasukkan dalam kategori bukan penerima BSU. Bantuan ini harus benar-benar untuk masyarakat yang membutuhkan,” kata Harjo.
Ia menambahkan, rapat tersebut menghasilkan solusi berupa evaluasi sistem pendataan dan komitmen anggota DPRD untuk tidak mengambil BSU.
“Alhamdulillah, kami menemukan jalan keluar agar bantuan negara ini tepat sasaran,” tutupnya. (*)