By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Menerima
Info IndoInfo IndoInfo Indo
  • Beranda
  • Nasional
  • Kaltara
    • Kota Tarakan
    • Kabupaten Bulungan
    • Kabupaten Nunukan
    • Kabupaten Malinau
    • Kabupaten Tana Tidung
  • Advertorial
  • Hukrim
  • Politik
  • Ekonomi
  • Pendidikan
Bacaan : Korupsi Dana Hibah PT BKJ Kembali Dibahas, Ini Kata Pakar Soal Korupsi
Bagikan
Masuk
Notification Menampilkan lebih banyak
Font ResizerAa
Info IndoInfo Indo
Font ResizerAa
  • Tarakan
  • Bulungan
  • Nunukan
  • Malinau
  • Tana Tidung
Pencarian
  • Beranda
  • Nasional
  • Kaltara
    • Kota Tarakan
    • Kabupaten Bulungan
    • Kabupaten Nunukan
    • Kabupaten Malinau
    • Kabupaten Tana Tidung
  • Advertorial
  • Hukrim
  • Politik
  • Ekonomi
  • Pendidikan
Punya akun yang sudah ada ? Masuk
  • Instagram
  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
© 2024 - Infoindo.co.id | All Rights Reserved.
Info Indo > Berita > Korupsi Dana Hibah PT BKJ Kembali Dibahas, Ini Kata Pakar Soal Korupsi

Korupsi Dana Hibah PT BKJ Kembali Dibahas, Ini Kata Pakar Soal Korupsi

Redaksi
Redaksi
Published: 7 Agustus 2025
Bagikan

TARAKAN – Perkara korupsi yang membuat Direktur Utama PT Benuanta Kaltara Jaya (BKJ) Haeruddin Rauf dan mantan Plt Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltara Hamsi dipenjara mulai ramai dibahas belakangan ini. Tak hanya persoalan vonis penjara yang didapatkan kedua terdakwa, tapi juga kemungkinan keterlibatan pihak lain namun tak ‘disentuh’ dalam kasus ini juga menarik diulas kembali.

Seperti diketahui, sejumlah nama muncul dalam kasus ini. Bahkan selama persidangan, nama-nama tersebut secara konsisten disebut oleh terdakwa dan tercantum dalam risalah sidang. Sebut saja Gubernur Kalimantan Utara Zainal Arifin Paliwang. Mantan Wakapolda Kaltara ini disebut-sebut sebagai pembuat keputusan pemberian dana hibah untuk PT BKJ senilai Rp4 miliar untuk Unit Pengelola Fasilitas Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Racun (B3) Provinsi Kaltara Tahun Anggaran 2021. Kapasitasnya tentu saja sebagai Kepala Daerah.

Selanjutnya, ada nama Bastian Lubis yang merupakan Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Kaltara. Ada juga Kepala DLH Kaltara Obed Daniel sebelum akhirnya diganti oleh Pelaksana Tugas (Plt) DLH Kaltara Hamsi sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Nama lainnya yang tercantum dalam risalah sidang adalah nama Komisaris PT BKJ Arif Jauhar Tantowi dan Kepala Biro Ekonomi Kaltara Rohadi serta Plt. Kepala BPKAD Kaltara Nurdin.

Nama lain yang paling mencolok, adalah Kano Sulendra Lubis. Pria yang diketahui adik Bastian Lubis ini disebut-sebut sebagai penerima dana Rp800 juta untuk diserahkan ke seorang pejabat yang diduga adalah Gubernur Kaltara. Lantas, kenapa mereka tidak disentuh oleh hukum?

Pakar Hukum Pidana Universitas Borneo Tarakan (UBT), Aris Irawan mengatakan, siapa pun yang terbukti melakukan perkara korupsi harus ditindak secara hukum. Bukan hanya menjerat Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), tapi siapa saja yang memenuhi unsur perbuatan dalam ketentuan Undang-undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Mereka yang dimaksud Aris adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), bendahara, panitia pengadaan atau lelang, konsultan perencana atau pengawas, kontraktor atau rekanan swasta yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Selain itu, pihak ketiga lainnya yang ikut serta melakukan, menyuruh melakukan, atau membantu melakukan korupsi juga harus ditindak tegas.

“Dalam sistem hukum Indonesia, Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor tidak membatasi pelaku hanya pada pejabat pemerintah. Pihak swasta juga bisa dijerat, jika terbukti memperkaya diri atau orang lain dengan cara melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara,” ungkapnya.

Selanjutnya, beber pria yang juga pengacara ini, atasan yang mengetahui adanya tindak pidana korupsi tetapi membiarkan bawahannya mengeksekusi tanpa mematuhi ketentuan hukum, juga dapat dipidana berdasarkan Pasal 55 dan 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Tidak sampai di situ, korporasi sebagai badan hukum, juga dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, jika korupsi dilakukan untuk kepentingan korporasi.

“Dengan demikian, lingkup pelaku dalam tindak pidana korupsi bersifat luas dan inklusif. Untuk memastikan siapa saja yang terlibat aktif dalam merugikan keuangan negara, bisa dimintai pertanggungjawaban pidana, tidak hanya terbatas pada pejabat pengguna anggaran,” terang alumnus Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat ini.

Baca juga : https://infoindo.co.id/namanya-ada-di-pusaran-korupsi-dana-hibah-pt-bkj-gubernur-kaltara-ikut-terlibat/

Secara khusus, Aris juga menerangkan, dalam Pasal 3 UU Tipikor, tindak pidana korupsi menyasar siapa pun yang secara sengaja menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya, dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Misalnya, kata dia, pejabat memanipulasi prosedur pengadaan, mempermudah pencairan dana, atau mengabaikan pengawasan. Aris juga menyebut, seseorang bisa dijerat hukum karena jabatan atau kedudukan, artinya kewenangan itu ada pada pelaku justru karena posisinya resmi dalam struktur organisasi atau pemerintahan. Selanjutnya, seseorang dapat ditindak bila ada tujuan untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Unsur subjektif ini harus dibuktikan bahwa pelaku memang bertindak untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya atau pihak lain.

Yang terakhir, kata dia, tindakan korupsinya dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Unsur ini mewajibkan pembuktian kerugian negara yang nyata, biasanya melalui hasil audit atau keterangan ahli.

“Artinya sepanjang memenuhi unsur itu setiap orang yang terkait dapat dipertanggungjawabkan pidana sebagaimana ketentuan Pasal 3 UU Tipikor,” tegasnya.

Lalu, bagaimana bila pihak yang terbukti mendapat aliran dana yang mengakibatkan kerugian negara, namun mengembalikannya? Menurut Aris Irawan, secara hukum pengembalian keuangan negara yang dilakukan sebelum proses penyelidikan, misalnya pada tahap rekomendasi pemeriksa keuangan, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memang dapat dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan.

Tetapi, tegas Aris, hal itu tidak secara otomatis membebaskan pelaku dari pertanggungjawaban hukum pidana korupsi. Hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 4 dan Penjelasan Umum angka 3 huruf c Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Yang menyatakan bahwa, “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan pidana pelaku tindak pidana korupsi.”

“Bahwa kemudian dalam suatu perkara korupsi yang mendapatkan keuntungan dari perbuatan korupsi itu, sebagai subjek juga dalam UU Tipikor. Selain orang perorangan, orang lain dan korporasi, dalam pembuktian perkara pidana korupsi tidak selalu yang mendapatkan keuntungan itu tiba-tiba langsung harus dipertanggungjawabkan pidana padanya,” katanya.

“Ada mekanisme pembuktian mulai dari proses penyelidikan, peyidikan, pra penuntutan, penuntutan sampai pemeriksaan di sidang pengadilan, dan putusan Pengadilan. Sehingga setiap orang dalam pertanggungjawaban pidana korupsi memiliki beban pertanggungjawaban pidana yang berbeda masing-masingnya,” jelas Aris melanjutkan.

Perkara dugaan korupsi dana hibah di PT BKJ memang tengah jadi pembicaraan. Bahkan, Tata, anak mantan Kepala DLH Kaltara, Hamsi kembali mempertanyakan dugaan korupsi yang menimpa orantuanya. Perempuan yang baru saja menikah ini bahkan dengan gamblang menyebut nama-nama penerima aliran dana hibah tersebut (lihat grafis aliran dana hibah).

“Hingga saat ini mereka tidak ada yang diproses hukum. Padahal pihak yang menikmati aliran dana hibah ini sudah disebutkan dalam sidang. Ini fakta persidangan!” tegasnya.

Dalam risalah sidang yang didapatkan infoindo.co,id, tidak hanya 2 terdakwa, Haeruddin Rauf dan almarhum Hamsi yang disebutkan dalam perkara dugaan perkara korupsi tersebut. Dana hibah senilai Rp4 miliar tersebut diduga mengalir ke sejumlah pihak. Salah satu pihak yang cukup besar mendapatkan dana itu adalah Kano Sulendra Lubis yang diduga menerima Rp800 juta dari PT BKJ. (*)

Anda Mungkin Juga Menyukai

Kemendagri Asistensi Percepatan APBD Kaltara
Gubernur Hadiahkan Beragam Peralatan Olahraga Kepada Masyarakat
Sebanyak 8 Orang Tarakan Mengikuti Seleksi Komcad ke Tingkat Pusat
Gubernur Lepas 121 Mahasiswa Penerima Beasiswa Pendidikan UPA dan ke Tiongkok
Mensos akan Laporkan Kendala Geografis Kaltara Kepada Presiden RI
Bagaimana menurutmu ?
Love0
Sad0
Happy0
Sleepy0
Angry0
Dead0
Wink0

Berita Terbaru

Lakalantas di Kota Tarakan Menurun Drastis. Kasatlantas Polres Tarakan Imbau Keselamatan Berkendara
Berita Prov. Kaltara Tarakan
10 September 2025
HUT Ke-24 Partai Demokrat. Herman Hamid : DPC Kota Tarakan Komitmen Mengawal Aspirasi Masyarakat
Berita Partai Prov. Kaltara Tarakan
9 September 2025
HUT Ke-24 Partai Demokrat. Yansen : Partai Demokrat Komitmen untuk Kemajuan dan Kesejahteraan Bangsa
Berita Partai Prov. Kaltara Tarakan
9 September 2025
Pemadaman Listrik Selama 7 Jam di Kampung Satu Skip, Manager PLN Tarakan : Tidak Ada Kompensasi.
Berita Ekonomi Energi Prov. Kaltara Tarakan
7 September 2025
Info IndoInfo Indo
© 2024 - Infoindo.co.id | All Rights Reserved.
  • Instagram
  • Tentang
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber